Seorang pria bule duduk di cafe sendirian menikmati sebatang rokok setelah menghabiskan makan siangnya. Saya duduk di kejauhan bersebelahan dengan teman saya. Teman saya berbisik pelan dengan suara sinis : "Rasain. Dia ngga ada teman makan siang tuh. Salah sendiri selama ini ngga pernah dekat dan ngobrol sama kita. Jadi selama dua inggu ini dia bakal luntang lantung sendirian karena temennya lagi liburan."
Lalu teman saya melengos dan pergi meninggalkan saya sendirian.
Diam-diam saya mengamati pria yang duduk di cafe. Tiba-tiba jadi lebih memperhatikan gerak-geriknya. Ck. Kayaknya biasa-biasa aja tuh. Dia santai-santai menikmati makan siangnya dan menghabiskan rokoknya. Seperti asyik dengan dirinya sendirinya. Sama sekali tidak tampak rasa tidak nyaman di wajahnya. Cool.
Gegara omongan temanku itu selama dua minggu berikutnya saya jadi memperhatikan si pria saat dia makan siang. Saya bahkan jadi tahu bahwa setiap Selasa dia pergi berenang di hotel dekat kantor. Sendirian. Selebihnya dia bekerja dengan tekun seperti biasanya, pergi dan pulang di saat yang sama di setiap harinya. Saya juga menyaksikan ketika teman si pria sudah kembali dari liburannya. Biasa saja tuh. Dia tidak tampak berbinar-binar dan sangat bahagia seperti seseorang yang selama dua minggu merasa kesepian tanpa teman atau kangen berat.
Diam-diam saya tertawa dalam hati. Merasa lucu saja dengan penilaian teman saya tadi. Darimana tuh dia bisa menilai bahwa pria itu kesepian? Apalagi pakai embel-embel vonis "rasain" segala...
Seorang teman saya yang lain juga sering "dikasihani" oleh teman-teman karena dia sering tampak sendirian kemana-mana. Lunch, tea time, hanya berteman dengan sebuah buku.
Ah, orang tuh seringkali hanya menilai dari kacamatanya sendiri, mengasihani orang. Prihatin terhadap apa yang dilihatnya. Padahal tidak pernah sekalipun dia bertanya kepada yang bersangkutan. Jangan-jangan, kalau kita hadir di dekatnya dan mengajaknya mengobrol, dia malah merasa terganggu, hehe.
Kesepian? Merasa sendirian? Kata siapa?? Memastikan bahwa orang tidak sebahagia dirinya karena dia suka kongkow dan ngobrol dengan teman-teman, sementara orang lain tidak melakukannya.
Loh kok menilai kegembiraan dan kebahagiaan orang lain dari kacamatanya sendiri? Memangnya dia sudah pernah mengenakan sepatu orang yang dikasihaninya? Eh siapa tahu orang yang tampak bersendiri itu justru asyik dengan dirinya sehingga tidak punya waktu untuk melihat orang di sekitarnya dan ngurusin orang. Kebahagiaan kan adanya di dalam diri, dan bukan dalam diri teman-teman "seperkongkowan" :)
Sahabat saya bilang :"Lebih baik merasakan kehangatan dalam kesendirian daripada merasa kedinginan dalam keramaian".
Lalu teman saya melengos dan pergi meninggalkan saya sendirian.
Diam-diam saya mengamati pria yang duduk di cafe. Tiba-tiba jadi lebih memperhatikan gerak-geriknya. Ck. Kayaknya biasa-biasa aja tuh. Dia santai-santai menikmati makan siangnya dan menghabiskan rokoknya. Seperti asyik dengan dirinya sendirinya. Sama sekali tidak tampak rasa tidak nyaman di wajahnya. Cool.
Gegara omongan temanku itu selama dua minggu berikutnya saya jadi memperhatikan si pria saat dia makan siang. Saya bahkan jadi tahu bahwa setiap Selasa dia pergi berenang di hotel dekat kantor. Sendirian. Selebihnya dia bekerja dengan tekun seperti biasanya, pergi dan pulang di saat yang sama di setiap harinya. Saya juga menyaksikan ketika teman si pria sudah kembali dari liburannya. Biasa saja tuh. Dia tidak tampak berbinar-binar dan sangat bahagia seperti seseorang yang selama dua minggu merasa kesepian tanpa teman atau kangen berat.
Diam-diam saya tertawa dalam hati. Merasa lucu saja dengan penilaian teman saya tadi. Darimana tuh dia bisa menilai bahwa pria itu kesepian? Apalagi pakai embel-embel vonis "rasain" segala...
Seorang teman saya yang lain juga sering "dikasihani" oleh teman-teman karena dia sering tampak sendirian kemana-mana. Lunch, tea time, hanya berteman dengan sebuah buku.
Ah, orang tuh seringkali hanya menilai dari kacamatanya sendiri, mengasihani orang. Prihatin terhadap apa yang dilihatnya. Padahal tidak pernah sekalipun dia bertanya kepada yang bersangkutan. Jangan-jangan, kalau kita hadir di dekatnya dan mengajaknya mengobrol, dia malah merasa terganggu, hehe.
Kesepian? Merasa sendirian? Kata siapa?? Memastikan bahwa orang tidak sebahagia dirinya karena dia suka kongkow dan ngobrol dengan teman-teman, sementara orang lain tidak melakukannya.
Loh kok menilai kegembiraan dan kebahagiaan orang lain dari kacamatanya sendiri? Memangnya dia sudah pernah mengenakan sepatu orang yang dikasihaninya? Eh siapa tahu orang yang tampak bersendiri itu justru asyik dengan dirinya sehingga tidak punya waktu untuk melihat orang di sekitarnya dan ngurusin orang. Kebahagiaan kan adanya di dalam diri, dan bukan dalam diri teman-teman "seperkongkowan" :)
Sahabat saya bilang :"Lebih baik merasakan kehangatan dalam kesendirian daripada merasa kedinginan dalam keramaian".
Begitulah.
No comments:
Post a Comment