Wednesday, January 15, 2014

Kenangan


Apa yang kau tangisi, apa yang kau sesali, apa yang kau sayangkan, apa yang kau rindukan, apa yang kau impikan, dan apapun itu. Cepat atau lambat akan datang menghampiri dan pergi meninggalkanmu. Segala sesuatu akan datang dan menghilang seiring dengan berjalannya waktu. Hanya satu yang tak akan pernah pergi dan menghilang, yaitu KENANGAN !!! Jadikan semua kenangan yang baik dan indah itu untuk menjadi guru dan kekuatan kita dalam menjalani hidup ini. Amin. It's time to move on....
Pesan ini indah sekali. Kuterima di kotak suratku dua setengah tahun yang lalu disaat aku sangat berduka, beberapa hari setelah aku kehilangan ibunda tercinta. Memang, semua kisah tentang ibunda, sangat indah dan memberiku pelajaran berharga. Bagiku, cerita tentang ibunda adalah cerita tentang kesabaran, kebesaran hati dan ide-ide kreatif yang bertebaran. Ibunda adalah doa-doa yang dilangitkan bagi anak-anaknya, adalah cahaya matahari yang "hanya memberi tak harap kembali".
Semuanya adalah kenangan tentang ibunda, segala yang baik tentang dirinya. Pertanyaannya adalah: bisakah dengan segera mempunyai kesadaran seperti tertulis dalam pesan di atas, untuk menerima kenyataan bahwa "segala sesuatu dalam hidup ini akan datang dan pergi seiring dengan berjalannya waktu". Atau bahkan yang lebih ideal lagi adalah kalimat lanjutannya: "jadikan semua kenangan yang indah itu untuk menjadi  guru dan kekuatan kita untuk menjalani hidup ini".
Wow, idealnya sedemikian, dan pada kenyataannya, entah seperti apa. Itu soal kebesaran hati untuk menerima kenyataan, soal penerimaan, soal keikhlasan. Dan kukira, setiap orang punya kadar masing-masing, karena setiap orang unik adanya.
Aku tidak mau menilai bahwa orang yang menangis ketika mengingat orang yang pergi meninggalkannya adalah orang yang lebih "tidak ikhlas" daripada yang tidak menangis. Aku juga tidak mau mengatakan bahwa orang yang tidak ekspresif memperlihatkan kesedihannya berarti lebih kuat daripada orang yang tampak melow dan galaw. Itu 'kan cuma tampak luar saja. Aku tokh tidak tahu isi hati setiap orang. Yang aku tahu, di negeri timur ini, menahan perasaan dan tidak ekspresif seperti menjadi setengah keharusan. Bersikap nrimo menjadi setengah kewajiban. Dan aku ingat belasan tahun lalu, sahabat merangkap guruku pernah tertawa sambil berkata: "Hey denger, kalau orang diam dan nggak ekspresif, bukan berarti mereka lebih kuat dalam kesedihan dan duka. Mereka hanya nggak bisa atau mungkin nggak biasa menunjukkannya."
Sejujurnya, aku bukan orang yang mampu menutupi perasaanku dengan baik. Setelah lebih dari dua puluh tahun kehilangan ayahku, mataku masih kerap berkabut pada saat aku mengingat beliau. Aku tidak menangis, tapi aku masih mengingat dengan haru segala pelajaran hidup yang ditinggalkan oleh ayahku. Terkadang aku berpikir: "cepat sekali papi berpulang, masih banyak ilmunya yang aku butuhkan....".
Apakah dengan demikian aku tidak menerima kenyataan? Entah. Yang jelas, banyak pelajaran hidup dari ayah dan ibunda yang kemudian aku terapkan dalam hidup keseharian. Itu saja.
Menurut pendapatku, kesadaran untuk menerima kehilangan seseorang dan saat untuk move on tak bisa hanya sekedar menjadi nasihat dalam sebentuk kalimat indah bijaksana.
Tidak semua orang mudah melupakan sesuatu. Tidak bisa disamaratakan, apalagi memaksakan pada orang lain untuk segera bangkit setelah terjatuh.
Memaksa diri untuk menerima, seringkali malah membuat diri jadi tertekan . Analoginya seperti meniup lilin yang menyala. Aku lebih suka membiarkannya meleleh sampai apinya mati sendiri, karena meniup apinya berarti memaksanya mati.
Jadi, kalau kenanganmu tentang seseorang itu masih membuatmu bersedih, biarkan saja. Jangan memaksa diri untuk menjadi kuat dan tangguh seperti super hero (bahkan Superman pun menangis ketika kehilangan Louise, hehe). Kalau masih ingin menangis dan protes, silahkan saja. Itu tidak berarti kamu lemah. Kamu akan merasa lebih nyaman setelahnya. Jangan menahan perasaan, apalagi berlaku sok kuat, soalnya biasanya yang seperti itu, kelak ledakannya akan lebih menyedihkan.

Mengikuti aliran air, akan membuat tubuhmu nyaman, dia akan mengantarkanmu ke lautan luas. Akan sangat berbeda seandainya engkau melawan arus. Jadi, ikuti saja sungai hatimu :)




No comments:

Post a Comment