image: banggaberbahasaindonesia.wordpress.com |
Saya orang Indonesia, ayah saya berasal dari Sumatera Utara, ibu saya dari Jawa Barat. Saya lahir di Jawa Timur dan hampir seumur hidup saya habiskan di Bandung, Jawa Barat. Maka daerah asal saya sudah entah dimana, saya berasal dari mana-mana. Begitu saja.
Campuran dalam diri saya bertambah lagi karena kemudian saya kuliah di jurusan Perancis, lalu bekerja di Pusat Kebudayaan Perancis selama hampir 20 tahun. Bisa dibayangkan, rasanya sudah semakin nano-nano.
Selama bekerja, karena saya guru, maka saya bertemu dengan beragam jenis murid. Karena bekerja di lembaga asing, maka saya juga mencebur dalam “budaya seberang” yang sangat berbeda dengan budaya Indonesia. Saya melihat hal-hal yang dianggap tidak lazim di negeri ini tapi biasa saja di lingkungan orang asing. Juga sebaliknya, hal-hal semacam keingintahuan yang tinggi akan orang lain (baca: #kepo)menjadi sesuatu yang agak janggal di lingkungan asing.
Senangkah saya dengan lingkungan itu? Senang, pakai banget. Kenapa? Karena perbedaan itu melatih diri untuk membuka pikiran dan wawasan seluas-luasnya. Karena bertemu dan mengenal beragam manusia itu memaksa saya untuk memahami perbedaan, dan sebisa mungkin berlaku lebih toleran terhadap orang lain sehingga tidak asal berkomentar terhadap sesuatu sebelum mengerti dengan benar.
Campuran dalam diri saya bertambah lagi karena kemudian saya kuliah di jurusan Perancis, lalu bekerja di Pusat Kebudayaan Perancis selama hampir 20 tahun. Bisa dibayangkan, rasanya sudah semakin nano-nano.
Selama bekerja, karena saya guru, maka saya bertemu dengan beragam jenis murid. Karena bekerja di lembaga asing, maka saya juga mencebur dalam “budaya seberang” yang sangat berbeda dengan budaya Indonesia. Saya melihat hal-hal yang dianggap tidak lazim di negeri ini tapi biasa saja di lingkungan orang asing. Juga sebaliknya, hal-hal semacam keingintahuan yang tinggi akan orang lain (baca: #kepo)menjadi sesuatu yang agak janggal di lingkungan asing.
Senangkah saya dengan lingkungan itu? Senang, pakai banget. Kenapa? Karena perbedaan itu melatih diri untuk membuka pikiran dan wawasan seluas-luasnya. Karena bertemu dan mengenal beragam manusia itu memaksa saya untuk memahami perbedaan, dan sebisa mungkin berlaku lebih toleran terhadap orang lain sehingga tidak asal berkomentar terhadap sesuatu sebelum mengerti dengan benar.
Ada kenalan saya yang anti dengan hal-hal yang dianggap “westernisasi”, yang menganggap semua hal yang datang dari “sono” itu kurang baik karena terlalu “free”. Tapi saya juga punya teman-teman dan kenalan yang sedemikian membaur dalam budaya asing sehingga sikapnya “lebih sono dari orang sono”. Bicara bahasa Indonesia pun sudah campur-campur dengan bahasa asing.
Beberapa bulan lalu saya hadir dalam kongres dimana salah satu panelis-nya menyampaikan materi yang sarat dengan kata-kata berbahasa Inggris. “Anyway….bla bla bla….”. “So….bla bla bla”. Pokoknya seperti gado-gado begitu. Jangan lupa, catat, itu terjadi dalam kongres resmi yang diselenggarakan kementrian tertentu. Waduh.
Beberapa bulan lalu saya hadir dalam kongres dimana salah satu panelis-nya menyampaikan materi yang sarat dengan kata-kata berbahasa Inggris. “Anyway….bla bla bla….”. “So….bla bla bla”. Pokoknya seperti gado-gado begitu. Jangan lupa, catat, itu terjadi dalam kongres resmi yang diselenggarakan kementrian tertentu. Waduh.
Saya tahu kok, bahasa Inggris itu sudah sangat biasa, sangat mendunia, bahkan tampaknya kalau tidak mengobrol dengan campuran bahasa Inggris bisa dianggap “kurang gaul”. Tapi barangkali saya boleh berharap agar bahasa Indonesia yang baku masih digunakan di forum resmi, dan kalau memungkinkan, juga dalam keseharian. Bahasa Indonesia itu bahasa yang indah, dan tak lebih rendah dari bahasa asing sehingga tak perlu merasa jengah menggunakannya dalam pergaulan. Setahu saya, banyak orang asing yang justru belajar bahasa Indonesia. Nah, kalau orang asing ingin menggunakannya, kenapa pemilik bahasanya justru mengikis kemampuan berbahasanya dan mencampurnya dengan bahasa asing?
Saya orang Indonesia. Saya tidak mengerti bahasa daerah ayah saya, mengerti bahasa daerah ibu saya, paham bahasa daerah tempat saya dilahirkan, dan bisa sedikit bahasa asing. Saya suka berbagai budaya, termasuk budaya asing. Saya suka bahasa daerah, juga bahasa asing. Tapi tak berarti saya harus sedemikian membaurkan diri sehingga saya kehilangan jati diri.
Saya orang Indonesia. Saya tidak mengerti bahasa daerah ayah saya, mengerti bahasa daerah ibu saya, paham bahasa daerah tempat saya dilahirkan, dan bisa sedikit bahasa asing. Saya suka berbagai budaya, termasuk budaya asing. Saya suka bahasa daerah, juga bahasa asing. Tapi tak berarti saya harus sedemikian membaurkan diri sehingga saya kehilangan jati diri.
Bangga sebagai bangsa Indonesia
ReplyDeleteIya. Saya cinta negeri ini. Sangat :)
DeleteSalut sama komitmennya, Bu ��
ReplyDeleteJadi kaya Teh Ani Berta ya Bu, Sumatera Utara dan Sunda, hehe...
Oh saya pikir teh Ani asli.sumut. Nuhun teh Okti.sudah mampir.
DeleteOh saya pikir teh Ani asli.sumut. Nuhun teh Okti.sudah mampir.
DeleteWah..pasri punya cerita dan pengalaman yang banyak...
ReplyDeleteSeru loh..punya berbagai macam latar belakang..