
Rasanya sewaktu saya remaja, pergi menyengaja untuk tarawih di masjid ini betul-betul bermanfaat, meskipun harus menempuh jarak jauh untuk itu. Penceramahnya berkualitas, sehingga pergi ke sana tidak akan sia-sia, pasti mendapatkan ilmu baru yang berharga.
Minggu lalu, satu minggu sebelum Ramadhan tiba, saya berkesempatan untuk solat dzuhur di masjid ini. Sungguh-sungguh merasa kembali ke masa lalu, dan saya jadi mengamati semuanya, suasananya, orang-orangnya, dan sudut-sudut lainnya.
Saya berniat makan siang di kantin masjid. Tutup saat masuk waktu solat.
Di depan saya duduk seorang gadis manis, yang saya foto karena dia mengangkat pandangannya dari ponsel, mengangguk dan tersenyum pada saya. Di masa kini, gadis seusia itu langka melakukan hal tersebut, biasanya asik sendiri dan tak perduli sekitar.
Pintu tempat makanan sudah dibuka, orang-orang segera mengantri untuk makan. Sangat banyak pilihan dengan harga yang mencengangkan, murah sekali. Tidak heran kalau pengunjungnya selalu berlimpah.
Usai makan, saya beranjak ke masjid, dan solat dzuhur di sana. Tidak ingin buru-buru keluar. Merasa betah dengan alasan yang entah apa. Masjid ini masih seramai dulu,

Ini masjid Salman. Salah satu masjid di Bandung yang menurut saya merupakan "masjid yang makmur". Bukan masjid berkubah emas, lantainya pun bukan marmer buatan Itali, tapi selalu banyak orang di sana, melakukan berbagai kegiatan bermanfaat selain solat. Ibadah, memang bukan hanya vertikal. Mencari ilmu juga ibadah, belajar ilmu yang bukan ilmu agama, tapi bermanfaat, itu pun ibadah. Dan masjid ini memfasilitasi semua itu.

Semuanya kembali kepada mereka yang punya uang. Decision maker-nya kan mereka, bukan saya. Dan saya, memang hanya bisa menjadi pengamat, memperhatikan fenomena keberagamaan di sekitar saya, seraya bersyukur melihat masjid-masjid yang makmur.
No comments:
Post a Comment