Wah,
setelah bertahan sekian lama untuk tidak mengeluarkan isi tas dalam bentuk
foto, akhirnya harus dihamparkan juga, karena ini bagian dari persyaratan One
Day One Post yang sedang diikuti. Selama ini saya berkeras tidak mau
memotretnya bukan tanpa alasan. Alasannya jelas, karena sejak dulu saya
penggemar berat Dora Emon. Lho kok?
Setahu
saya, Dora Emon biru itu punya kantong ajaib. Kalau tangan Dora Emon merogoh ke
dalamnya, akan ada satu benda yang bisa menolong menyelesaikan kerewelan
Nobita. Memang, Nobita itu rewelnya minta ampun, ada saja yang dimintanya pada
Dora Emon, sampai pingin terbang segala, yang kemudian direalisasikan dengan
baling-baling bambu.
Nah, bagi
saya, makna tas bagi saya serupa kantong Dora Emon, tiap saya butuh sesuatu,
mesti ada. Setidaknya segala pernak-pernik kebutuhan saya, ada di situ.
Kebayanglah kalau saya mesti jembrengin semua isinya untuk difoto,
berderet-deretlah seperti kereta api. Dan itu sebabnya kenapa saya tak suka tas kecil. Terkadang
ingin sih beli tas kecil yang manis gambar Hello Kitty (kebayang kalau saya
pake tas Hello Kitty, nggak bingitzlah mbaaaak….), tapi saya nauin diri, tas
kecil tak mungkin bisa mengakomodasi “segala rupa” yang ingin saya angkut.
Jadinya yaa pengulangan saja terus, setiap ke toko tas, yang dilirik adalah tas
besar. Tas kecil silakan berlalu. Kalaupun saya punya tas kecil, itu untuk
jalan pagi, supaya nggak ribet, tapi tetap perlu bawa tas. Saya gak suka
menaruh uang di saku jaket atau celana, jelek keliatannya, uwel-uwelan dan
menggemukkan saku, tidak praktis pula pada saat mengambilnya.
Di bawah
ini adalah isi tas saya. Tasnya nggak perlu difoto secara utuh kan? Pokoknya
ini tas yang belakangan ini menemani saya ke kantor, model tas yang paling saya
sukai karena bagian dalamnya luas. Tas model begini saya beri nama “tas
cemplung”, tas yang bisa menampung segala macam, tinggal cemplung-cemplung
saja, tutup retsletingnya, beres.
Ada apa
saja sih di dalam tas ini?
Sebetulnya
hanya ada 2 organizer. Hanya itu kok.
Di dalam
tas saya selalu ada 2 organizer. Itu lho, rumah-rumahan kecil yang banyak
lacinya. Tas kecil dengan banyak saku di luar dan di bagian dalamnya. Kedua tas
kecil ini sangat menolong saya. Soalnya saya tidak suka kepanikan. Kalau ada
ponsel berbunyi, saya tidak nyaman kalau harus mengobrak-abrik keseluruhan isi
tas saya untuk menemukan ponsel tersebut, buang waktu, dan keumumannya ponsel
ditemukan pada saat sudah berhenti berdering. Sudah habis waktu memberantakkan
isi tas, tak terhubung pula. Rugi.
Maka para
ponsel saya letakkan di dalam satu organizer warna ungu tua. Di bagian dalam,
saya meletakkan tablet tempat saya menyimpan foto-foto untuk diperlihatkan pada
klien apabila diperlukan, juga untuk menyimpan file-file bacaan saya kalau ada
waktu menunggu yang agak lama. Di bagian luarnya saya letakkan ponsel Android, ini
untuk urusan chat dan kontak lainnya.
Di saku kecil lainnya adalah tempat Nokia
E-63 saya bersemayam. Ini ponsel kesayangan saya, masih berfungsi dengan baik
sejak saya beli 5 tahun lalu. Kenapa sih masih menggunakan ponsel sejadul itu?
Zzz, ini ponsel yang tercipta untuk office. Jadi meskipun jadul, dilengkapi
dengan pengolah data word dan keypadnya nyaman sekali untuk menulis.
Dibandingkan dengan ponsel masa kini yang touch screen, saya jauh lebih suka
mengetik dengan menggunakan ponsel ini.
Banyak tulisan saya di notes Facebook
yang saya tulis (sambil tiduran) dengan menggunakan ponsel ini. Kalau sudah
beres, kirim via Bluetooth ke ponsel Android atau tablet, lalu diunggah ke blog
atau micro blogging seperti Tumblr. Simpel, tak usah menyentuh laptop.
Soalnya kalau saya
gunakan netbook atau laptop, gabisa nulis sambil leyeh2 kan? (pemalas.com).
Di
organizer ungu itu juga saya letakkan earphone. Dan ternyata masih ada satu “laci”
nganggur. Jadi saya pakai saja untuk menyimpan lipstick dan lipbalm serta
mascara dan eyeliner.
Ada apa di
organizer ke-2 ?
Organizer
ini lebih besar, sakunya lebih banyak. Di sini saya meletakkan buku catatan
kecil, pen. Hmm, ketika kebanyakan orang mencatat di ponsel, saya masih
menggunakan pen dan buku kecil. Gapapa juga,
supaya tangan tak hanya bergerak untuk mengetik, tapi juga untuk menulis.
Selain buku
catatan, ada dompet uang, dompet tempat kartu, charger ponsel, meteran. Hah,
meteran? Untuk apa? Saya penggemar kain katun, penggemar kayu bekas peti. Saya
gemar menata rumah. Jadi meteran itu berguna untuk ke toko, mengukur panjang
rok yang akan dibeli (supaya gak kependekan atau kepanjangan pada saat saya
membelikan titipan orang), mengukur panjang, lebar dan tinggi rak di toko
supaya pas dengan tempat yang tersedia di rumah. Mengukur apa saja deh yang
bisa diukur J
Di salah satu
saku, saya letakkan flashdisk, kabel OTG untuk ponsel Android, dan satu kotak
kecil bersekat dua, sebelah berisi SD card persediaan kalau SD card di kamera
penuh. Sekat yang satunya berisi peniti, jarum pentul, pin jilbab dan cincin
kesayangan saya yang jarang saya pakai (ngeliatnya aja udah senang, gak usah
dipakai, ada sejarah dan kenangannya sih, heu).
Kalau saya
lagi moody, lagi sedih, lagi bete, lagi butuh tempat untuk menyendiri, biasanya
selain kedua organizer tadi juga ada tambahan lain: kamera kesayangan dan tongsis.
Kamera buat motret sekitar, yang bisa menetralisir perasaan saya. Dan tongsis
bukan buat selfie kok, sering saya gunakan buat motret juga, kalau diperlukan memotret
dengan posisi kamera atau ponsel lebih tinggi.
Sudah.
Itulah isi tas saya. Buat saya sih simpel, tapi buat orang lain mungkin barang bawaan
saya terlalu banyak. Ya sih, beda orang beda juga barang yang dibawa.
Eh, jadi
pingin tau, isi tas seseorang mencerminkan kepribadian pemiliknya nggak ya?
Hihihi... 2 organiser sih tapi begitu dituang isinya ya banyak juga. Mana ada perempuan yang isi tasnya sedikit? Bawaanku juga banyak kok. :-)
ReplyDeleteHihihi, yang penting "tampak" simpel, dan bisa pakai kalimat "cuma dua organizer". Sesungguhnya sih sok simpel, haha.
DeleteUwow banyak sekali isinya Eda dan semuanya fungsional pastinya ya :D
ReplyDeleteNah itu intinya, semuanya yang saya butuhkan, pokona mah kalau bepergian jangan sampai riweuh dan ngariweuhkeun batur karena saya minjem ini itu dari orang lain, heu.
DeleteNah itu intinya, semuanya yang saya butuhkan, pokona mah kalau bepergian jangan sampai riweuh dan ngariweuhkeun batur karena saya minjem ini itu dari orang lain, heu.
DeleteSerius mba, kamera standy-by terus dalam tas?
ReplyDeleteKeren atuh euy
Iyalah, hampir selalu, karena dulu sering terjadi penyesalan dan patah hati ketika di perempatan, pas lampu merah yang cukup lama, ada yang harus difoto dan nyadar bahwa saya gak bawa kamera. Kesaaaal. Sejak itu, saya dan kamera seperti Asterix dan Obelix, bersahabat, bareng kemana-mana, wkwkwk.
DeleteIyalah, hampir selalu, karena dulu sering terjadi penyesalan dan patah hati ketika di perempatan, pas lampu merah yang cukup lama, ada yang harus difoto dan nyadar bahwa saya gak bawa kamera. Kesaaaal. Sejak itu, saya dan kamera seperti Asterix dan Obelix, bersahabat, bareng kemana-mana, wkwkwk.
DeleteKayaknya semua wanita suka tas ukuran besar ya, bisa muat segala benda :D
ReplyDeleteKayanya iya. Tas kecil yang hanya untuk fashion, bagi saya sih menuh-menuhin lemari, lebih sering gak dipake, cuma laper mata waktu belinya aja, wkwkwk.
Deletetasnya rapih banget :)
ReplyDelete