Wednesday, October 19, 2016

Bandung sepi

Ini hari raya Idul Adha, jatuh di hari Kamis. Karena kemarin sore macet di mana-mana, saya pikir hari ini penduduk kota lain akan tumpah ruah di sini dan seperti biasa, membuat Bandung macet total. Apalagi menjelang akhir minggu. Pasti banyak orang yang meliburkan diri sampai Senin.
Maka, ketika siang tadi saya ke daerah pusat kota, saya sudah membayangkan deretan panjang memadati berbagai ruas jalan di Bandung.

Ternyata saya salah duga, Bandung "lengang abis", dan saya sungguh-sungguh merasa menikmati Bandung tahun 80-an. Saya sengaja berhenti di taman Vanda yang biasanya penuh dengan orang yang gemar "berselfie ria", hanya untuk mengambil foto jalan Merdeka yang kosong. Lalu saya melintas jalan Markoni, memotong jalan menuju gedung Merdeka, berbelok ke jalan Cikapundung, melewati jalan Braga yang "gruduk-gruduk" (tak pernah paham kenapa dibuat seperti itu, mungkin agar berasa seperti di Champs Elysées di Paris, ahaha). Sudah cukup, saya melalui jalan Wastukencana, Cipaganti, Setiabudi, dan pulang ke Bandung Barat.
Hari yang menyenangkan, hanya karena saya bisa menikmati nyamannya berjalan-jalan di Bandung tanpa harus merasa bahwa kota tercinta ini sudah demikian padat sehingga selfie pun harus bergantian dan mengantri di spot-spot tertentu.
Bandung adalah kota tempat saya dibesarkan. Selalu senang menjelajahi jalan-jalannya, dan juga daerah padat dengan gangnya yang kecil-kecil.
Banyak hal yang bisa direkam, bukan hanya sekadar tempat-tempat menarik di kota ini, tapi lebih dari itu adalah potret kehidupan di baliknya, yang seringkali memperkaya hati.
Seperti tertulis di terowongan dekat masjid agung, goresan pena seorang Pidi Baiq: "Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan yang bersamaku ketika sunyi."




No comments:

Post a Comment