Setiap siang, saat istirahat, sehabis solat dzuhur di mushola,
biasanya saya duduk di bangku panjang dekat dapur kantor. Para
bapak-bapak office boy baru selesai solat, dan berkumpul di sana
sebelum melanjutkan bekerja. Biasanya saya mengobrol sebentar dengan
pak Tatang, salah satu office boy, berbagi pengalaman sehari-hari atau
tentang tausyiah yang baru didengar. Kalau tidak dengan pak Tatang,
saya mengobrol dengan pak Bayu, tentang kemajuan teknologi, atau
tentang gadget yang sedang trend. Dari kedua orang itu, saya mendapat
banyak sekali ilmu.
Siang itu, seperti biasa, saya duduk di belakang mushola, pak Tatang
duduk tak jauh dari saya. Saya bercerita tentang kenaikan harga bahan
pokok dan bahan pangan yang membuat resah ibu-ibu rumah tangga. Memang
repot, penghasilan tetap tidak bertambah, tapi harga-harga sudah
melambung tinggi tak karuan. Bagaimana harus mengatur keuangan?
“Bu, kalau pingin hemat, jangan sering pergi ke toko.”
“Terus saya gak boleh belanja, gitu?”
“Belanjalah bu, tapi jangan sering-sering. Toko tuh suka ngabisin uang.”
“Maksudnya?”
“Iya. Coba aja ibu pergi ke toko bawa uang seratus ribu. Asalnya mau
beli minyak sama telur. Sampai di rumah, buka keresek, isinya ada
kripik singkong, ada baskom baru, ada panci dan gelas baru. Waktu ibu
di toko, rasanya semua itu perlu, padahal waktu buka lemari dapur,
baskom lama belum jelek, panci dan gelas juga begitu.Itu baru sekali
ke toko, gimana kalau tiap minggu ibu pergi ke toko? Rumah ibu bisa
penuh barang yang gak ibu perluin. Makin jarang ke toko, makin
sedikit belanja barang yang sebetulnya gak perlu-perlu amat.”
“Jadi, gimana atuh?”
“Ya belanja sebulan sekali aja. Bohong kalau ibu gak hafal barang apa
aja yang dibutuhin. Beli sekalian. Kalau bisa, belanja sayur juga
sekali seminggu aja ke pasar. Hitung aja, beli dikit-dikit sama beli
banyak lumayan jauh loh bu bedanya. Gak sering ke toko, berarti tenaga
juga hemat. Ngurangin capek hati juga, soalnya gak banyak yang ibu
lihat, jadi gak banyak yang diinginkan. Jadi nggak stres. Gak bikin
stres suami juga karena gak harus keluarin uang banyak untuk ngebeliin
semua yang ibu mau.”
“Enak sih kalau punya uang buat belanja bulanan dan mingguan. Gimana
kalau duitnya gak ada buat belanja sebanyak itu.”
“Ah, rejeki mah selalu dicukupin kok bu. Kalau nggak bisa belanja
bulanan, tetap ajalah, jangan belanja dikit-dikit, nanti banyakan
jajannya daripada belanjanya.”
Sudah, hanya sependek itu obrolan saya dengan pak Tatang. Saya
kembali ke ruangan, meneruskan pekerjaan saya sampai saat waktu
pulang.
Sampai sekarang, saya tidak pernah lupa obrolan singkat tadi.
Bagaimana bisa lupa? Setiap saya mau pulang, pak Tatang sudah ada di
tempat parkir. Sebelum saya melangkah pulang, pesannya selalu sama :
“hati-hati di jalan ya bu, jangan mampir ke toko dulu, nanti telat
sampai rumah.”
Ahahaha. Pesannya pendek sih, tapi dalam sekali. Rasanya ada “pesan
moral” berikut “sedikit ancaman” di dalamnya.
Baiklah pak Tatang. Doakan ya agar saya bisa menjalankan pesan bapak
dengan baik, sehingga mengobrol dengan bapak ada hasilnya, ada
manfaatnya, dan bukan hanya sekadar wacana belaka.
No comments:
Post a Comment